Bos Wagner Group Yevgeny Prigozhin dikhawatirkan bakal dihabisi agen Rusia di Belarusia setelah melancarkan pemberontakan terhadap rezim Presiden Putin. (AFP/SERGEI ILNITSKY)
Jakarta, CNN Indonesia —
Pakar soal Rusia menduga bos kelompok tentara bayaran Wagner Group, Yevgeny Prigozhin, bakal dihabisi setelah melancarkan pemberontakan terhadap Negeri Beruang Merah selama akhir pekan kemarin.
Rusia sepakat mencabut seluruh tuntutan hukum terhadap Prigozhin dan tentaranya setelah bernegosiasi. Namun, eks kepala biro CNN di Moskow, Jill Dougherty, mengatakan Presiden Vladimir Putin tak mungkin memaafkan pengkhianat begitu saja.
Dougherty mengatakan meski Putin kini membiarkan Prigozhin pindah ke Belarusia, nyawa pemimpin tentara bayaran itu masih terancam bahaya.
“Putin tidak memaafkan pengkhianat. Bahkan jika Putin mengatakan ‘Prigozhin, pergilah ke Belarusia’ dia masih seorang pengkhianat dan saya pikir Putin tidak akan pernah memaafkan itu,” kata Dougherty kepada CNN, Sabtu (24/6).
Dougherty mengatakan meski Prigozhin mengantongi banyak dukungan, dia tetap dalam bahaya karena akan terus dianggap ancaman oleh Putin.
“Saya pikir ini adalah dilema nyata karena selama Prigozhin bertindak seperti yang dia lakukan dan memiliki beberapa jenis dukungan, dia adalah ancaman. Terlepas di mana dia berada,” ujarnya.
Kendati begitu, posisi Putin sendiri menurut Dougherty saat ini tidak stabil. Sebab bukti kekacauan yang terjadi di Rostov di mana warga justru menyoraki dan mendukung Wagner mencerminkan lemahnya posisi Putin di dalam negeri.
“Putin sendiri terlihat sangat lemah. Jika saya adalah Putin, saya akan khawatir tentang orang-orang di jalan-jalan Rostov yang menyemangati pasukan Wagner saat mereka pergi,” katanya.
“Mengapa rata-rata orang Rusia di jalan menyoraki orang-orang yang hendak melakukan kudeta? Itu berarti bahwa mungkin mereka mendukung mereka (pemerintah Rusia) tetapi mereka mungkin menyukainya (Wagner). Apa pun itu, itu benar-benar berita buruk bagi Putin,” lanjut dia.
Pada Sabtu (24/6), Wagner Group melakukan pemberontakan dengan berbalik menyerang Rusia, alih-alih Ukraina.
Pemberontakan itu terjadi setelah bos Wagner Prigozhin menuding Kementerian Pertahanan menyerang kamp militer mereka.
Prigozhin lantas mengerahkan pasukannya menduduki markas militer Rusia di Rostov dan mengirim tentara menuju Moskow untuk menggulingkan Menteri Pertahanan Sergei Shoigu.
“Ini bukan kudeta militer, tapi pawai keadilan,” kata Prigozhin dikutip dari Associated Press.
Kendati begitu, Prigozhin telah menarik mundur pasukannya dari Rusia. Ia menarik diri setelah bernegosiasi dengan Kremlin.
Presiden Vladimir Putin menyebut pembelotan Wagner sebagai pengkhianatan dan hendak menjatuhkan hukuman. Namun, tak lama kemudian, ia mencabut segala tuntutan tersebut.
Putin bahkan membiarkan Wagner pindah ke Belarus, negara tetangga Rusia.
Merespons pembelotan Wagner, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan aksi ini menunjukkan adanya “celah nyata” dalam pemerintahan Putin.
Dia menyebut upaya Prigozhin menandai “tantangan langsung terhadap otoritas Putin.”
Presiden Prancis Emmanuel Macron juga menilai pemberontakan Wagner “menunjukkan perpecahan yang ada di dalam kamp Rusia serta kerapuhan militer dan pasukan tambahannya.”
Hubungan Wagner dengan Kementerian Pertahanan Rusia sendiri selama ini memang panas dingin. Prigozhin kerap mencemooh Kemhan dan para jenderal militer jika mereka membuat kesalahan.
Wagner juga kerap sesumbar ketika kelompoknya membuat kemajuan di medan perang.
Kemhan Rusia sejauh ini membantah pihaknya menyerang kamp militer Wagner. Dalam rilisnya, mereka mengklaim tudingan Wagner merupakan “provokasi informasi”.
(blq/rds)
