0

50 Tahun Vale Menambang Nikel di RI, Sudah Seharusnya Balik ke Negara

50-tahun-vale-menambang-nikel-di-ri,-sudah-seharusnya-balik-ke-negara

Sudah 50 tahun PT Vale menambang Nikel, setelah kontrak karya-nya habis pada 2025 harus balik ke negara atau 51 persen sahamnya dikuasai pemerintah Indonesia. Kegiatan menambang nikel di Sorowako Sulawesi Selatan. (Foto: REUTERS/AJENG DINAR ULFIANA)

Jakarta, CNN Indonesia

Kontrak Karya (KK) perusahaan nikel asal Kanada, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) akan berakhir pada 28 Desember 2025. Kontrak pertama Vale dimulai sejak 1968 dan pernah diperpanjang satu kali pada 1996.

Dengan demikian, sudah 50 tahun lebih Vale menambang nikel di Indonesia. Namun, mayoritas saham Vale masih dimiliki asing. Yakni Vale Canada Limited (VCL) 44,3 persen, Sumitomo Metal Mining Co. Ltd (SMM) 15 persen.

Sementara saham murni Indonesia hanya 20 persen yang dimiliki Holding BUMN Tambang MIND ID. Sisanya 20,7 persen merupakan saham publik terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI), sehingga belum tentu murni dimiliki Indonesia.

Dengan demikian, Komisi VII DPR RI mendorong pemerintah untuk mengambil alih kepemilikan saham 51 persen PT Vale Indonesia Tbk (INCO) secara penuh sebagai syarat perpanjangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari saat ini masih berstatus Kontrak Karya (KK).

Namun dengan catatan, kepemilikan 51 persen saham PT Vale Indonesia ini tidak termasuk 20,7 persen saham yang merupakan milik publik dan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Untuk itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Hariyadi berharap, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat mengulang kesuksesan seperti halnya saat negara dapat mengambil kepemilikan saham asing atas sumber daya yang dimiliki RI.

Misalnya, pengambilalihan Blok Rokan dari raksasa minyak AS yakni Chevron melalui Pertamina dan penguasaan terhadap 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui Holding BUMN Tambang MIND ID.

“Saya berharap sebelum 20 Oktober 2024, Pak Jokowi berakhir, Beliau bisa menambahkan satu lagi ini loh PT Vale salah satu cadangan nikel terbesar dunia dikuasai oleh negara,” kata Bambang dalam Rapat Kerja bersama Menteri ESDM Arifin Tasrif di Gedung DPR RI, Senin (5/6).

Anggota Komisi VII DPR Fraksi PKS Mulyanto juga mengatakan hal serupa. Menurutnya, sudah sepantasnya, bahkan menjadi keharusan Kontrak Karya Vale dikembalikan ke negara terlebih dahulu.

Menurut Mulyanto, pengambilalihan saham 11 persen melalui MIND ID terkait kewajiban divestasi saham 51 persen saham Vale kepada Indonesia tidak akan berarti apa-apa, baik bagi MIND ID maupun Indonesia.

Sebab, seperti yang sudah diketahui 40,7 persen saham Indonesia di PT Vale Indonesia tidak murni. Rinciannya, 20,7 persen merupakan saham milik publik dan sebesar 20 persen milik MIND ID.

“Sesuai UU Minerba, divestasi saham secara bertahap untuk nasional minimal 51 persen. Sebaiknya dikembalikan kepada negara,” kata Mulyanto dikutip dari CNBC Indonesia, Kamis (5/6).

Mulyanto mengatakan, 51 persen saham Indonesia di PT Vale Indonesia seharusnya tidak termasuk 20,7 persen yang merupakan milik publik. Pasalnya, kepemilikan saham publik sebesar 20,7 persen di PT Vale Indonesia dinilai kurang jelas asal-usulnya dan belum tentu dimiliki murni oleh Warga Negara Indonesia.

“Tidak (tidak termasuk saham publik). Yang di bursa kan tidak jelas,” kata dia saat ditanya apakah maksudnya 51 persen itu termasuk saham milik publik yang terdaftar di bursa.

Hal senada disampaikan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira. Bhima menilai, sudah sepantasnya pemerintah tidak memperpanjang kontrak karya PT Vale Indonesia Tbk (INCO) untuk beralih menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

“Sebaiknya pasca kontrak berakhir dikembalikan ke negara saja, dibanding divestasi dengan saham negara yang kecil,” ujar Bhima.

Di samping itu, menurutnya dengan konsesi lahan tambang yang selama ini dikuasai Vale, negara melalui BUMN bisa melakukan operasional tanpa tantangan yang berarti. Dengan demikian, bagi hasil ke negara akan jauh lebih besar kalau dikelola sendiri.

“Kalau diperpanjang kontraknya khawatir rantai bahan baku nikel untuk kebutuhan industri baterai di dalam negeri sulit dipenuhi,” ujarnya.

Perlu diketahui, sudah sekitar satu dekade lamanya Vale berkutat dengan rencana pembangunan smelter nikel baru. Bahkan, setidaknya tiga proyek smelter baru dengan perkiraan nilai investasi sekitar Rp140 triliun yang digadang-gadang akan dibangun.

Namun sayangnya, hingga kini belum satu pun dari tiga proyek tersebut beroperasi. Tiga proyek tersebut di antaranya proyek Sorowako senilai US$2 miliar, proyek Bahodopi senilai US$2,5 miliar, dan proyek Pomalaa senilai US$4,5 miliar.

Pada Oktober 2014 lalu PT Vale dan Pemerintah Indonesia sepakat setelah renegosiasi KK dan ada beberapa ketentuan yang berubah, termasuk area tambang berubah menjadi 118.435 hektar.

(inh)

Tahun
RajaBackLink.com

More Similar Posts

RajaBackLink.com
Postingan Lainnya
RajaBackLink.com